Mengapa Manusia Diwajibkan Ikhtiar? Bagaimana dengan Takdir?



Jawaban mengapa manusia diwajibkan ikhtiar adalah karena Allah melihat amal perbuatan dan niat. Allah tidak melihat hasilnya. Karena hasil itu bagian dari takdir.

Masih bingung? Begini penjelasannya. 

Manusia diciptakan di dunia sudah diberikan bekal dan tujuan. Selain bekal dan tujuan, ada kondisi yang ditetapkan yang nantinya bisa Kari ujian away kenikmatan.

Tujuan manusia diciptakan adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT. Bekal yang diberikan adalah penciptaan yang sempurna. Jiwa dan raga beserta segala perangkatnya seperti otak, hati, dan nafsu atau keinginan.  

Selain itu manusia juga diberikan kondisi yang sudah ditetapkan. Kapan dia mati sudah ditetapkan. Seberapa banyak rejekinya juga sudah ditetapkan. Dia hidup bahagia atau sengsara juga sudah ditetapkan. 

Lalu Allah akan melihat apakah manusia tetap mengabdi atau tidak. 

Yang Dinilai Adalah Ikhtiarnya


Kalau seseorang punya istri cantik, jodoh dia punya istri cantik. Tapi usahanya untuk mendapatkan istri itu yang dinilai Allah. Apakah ia melanggar larangan Allah atau tidak. Apakah ia tetap mengabdi kepada Allah atau tidak.

Contoh lain adalah kekayaan atau harta. Allah mentakdirkan seseorang jadi kaya. Tapi cara dia mencari harta, itu yang dinilai Allah. Cara dia memakai harta dinilai  Allah. Apakah dalam mencari atau memakai harta, dia melanggar aturan Allah atau tidak. 

Begitu juga dengan kedudukan. Seseorang yang terpilih sebagai kepala daerah sejatinya sudah ada takdir dari Allah. Nilainya adalah apakah untuk mendapat amanah itu ia melakukan pelanggaran atau tidak. 

Kalau Memang Sudah Ditakdirkan, Apa Gak Usah Ikhtiar Saja?

Kalau jodoh cantik atau tampan memang sudah ditakdirkan, ya tidak perlu usaha susah-susah. Kalau takdirnya menikah dengan pasangan idaman ya bakal menikah. Kalau takdir jadi orang kaya ya tidak perlu susah-susah kerja. Nanti kalau waktunya jadi kaya bakal kaya. Kalau ditakdirkan jadi petinggi tidak usah usaha. Khan kalau waktunya jadi pejabat, bakal jadi pejabat. Sekilas pendapat ini ada benarnya. Tapi kalau dipikir lebih lanjut, ada yang salah di dalamnya. Salah yang pertama, kita tidak tahu takdir kita seperti apa. Yang tahu hanya Allah saja. Bagaimana kalau kita ditakdirkan berjodoh dengan orang yang tidak sesuai keinginan? Bagaimana kalau kita ditakdirkan jadi orang yang sedang-sedang saja apalagi jadi orang miskin? Bagaimana kalau kita ditakdirkan jadi orang rendahan yang hanya bisa disuruh-suruh orang lain? Kita tidak tahu takdir kita yang mana. Maka kita berikhtiar agar kita layak dapat takdir yang baik. Orang yang dapat jodoh baik adalah orang yang baik. Maka perbaiki diri agar layak dapat jodoh yang baik. Orang yang layak jadi kaya adalah orang yang tahu ilmu kaya, dan tahu bagaimana memanfaatkan harta. Maka agar layak jadi kaya, kita harus memantaskan diri. Begitu juga dengan takdir jadi pejabat. Salah yang kedua, tidak paham ada ketentuan Allah yang berlaku di dunia. Makhluk hidup butuh air dan udara. Kalau ada orang bercocok tanam tapi tidak menyiram tanamannya, tanamannya bakal mati. Makhluk hidup butuh air itu ketentuan Allah. Nah ketentuan Allah, hasil itu muncul bila sudah usaha. Orang yang ikhtiar saja kadang tidak mendapatkan hasil yang diharapkan. Apalagi yang tidak ikhtiar? Jelas tidak mendapatkan apa-apa. Itulah alasan mengapa kita diwajibkan berikhtiar atau berusaha. Karena usaha itu yang dihitung sebagai kebaikan di sisi Allah. Sementara hasil yang diperoleh adalah bagian dari rejeki yang sudah ditakdirkan Allah. Wallahu a'lam.

*Catatan tambahan 
1. Hadits tentang Allah melihat hati dan amal 

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564) sumber: mqfmnetwork.com


2. Hadits tentang ditetapkannya takdir 
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani (nuthfah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah (‘alaqah) selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging (mudhgah) selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain-Nya. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. Sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta. Akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga  maka masuklah dia ke dalam surga.” (HR. Bukhari, no. 6594 dan Muslim, no. 2643) sumber: rumaysho.com









Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Kita Mesti Mematuhi Hukum? Jelaskan?

Mengapa Masyarakat Senantiasa Mengalami Perubahan Sosial Budaya?

Mengapa Selat Malaka Mempunyai Peranan Penting pada Masa Kerajaan Sriwijaya?

Mengapa Budaya Indonesia Sangat Beraneka Ragam?

Mengapa Bangsa Eropa Berhasrat Memonopoli Perdagangan Rempah-Rempah?

Mengapa Indra Perasa Bukan Pengukur Suhu yang Andal?

Mengapa Kita Harus Istiqomah? Ada Dua Jawaban Yang Berbeda

Mengapa Manusia Harus Melakukan Kerjasama dalam Memenuhi Kebutuhan Hidupnya?

Mengapa Al Quran Disebut sebagai Kitab yang Bersifat Universal